Mmari sama-sama berbenah diri, simak artikel yang sangat bermanfaat untuk kita semua sebagai tenaga pendidik.
"...pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa.."
Kutipan diatas adalah lyrik terakhir pada lagu 'pahlawan tanpa tanda jasa'. Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh R Sartono dan menjadi lagu Wajib Nasional. Dipersembahkan untuk para guru karena dipandang sebagai sosok pahlawan yang tak pernah dihargai perjuangannya.
Sosok guru adalah figur yang mengajar tanpa kenal lelah, berjalan kaki, naik turun gunung, kadang naik sepeda, tanpa minta dihargai dan tanpa berharap lebih. Semua dilakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Keinginan-nya hanya satu mencerdaskan setiap anak didik yang diajarnya. Mengabdi untuk masyarakat, bangsa dan negara tanpa pamrih. Sungguh cita-cita yang luhur dan mulia.
Sekarang marilah kita lihat realita pada guru-guru saat ini. Guru-guru di era millenium. Sebelum sampai pada sebuah realitas tentang guru yang sekarang sudah sejahtera, akan lebih baik kita kilas balik sebentar mencari alasan kenapa seseorang menjadi guru.
Pada era milenium sekarang, kebanyakan orang memilih untuk menjalani profesi guru itu didasarkan pada sebuah niat atau sebuah alasan yaitu pekerjaan. Ketika pekerjaan dijadikan alasan utama niat mereka, artinya akan ada target utama yang menjadi tujuan yaitu penghasilan. Klasifikasi guru yang seperti ini selanjutnya akan kami sebut sebagai Guru Pekerja. Guru yang setiap awal bulan berharap bayaran. Guru yang setiap hak-haknya terusik akan melakukan demo dengan meninggalkan anak didiknya keluyuran sendiri karena kelasnya kosong.
Apalagi guru yang sudah bersertifikasi. Guru yang memegang sertifikasi ini setiap bulan-nya mendapatkan tambahan jutaan rupiah hanya karena mereka sudah mendapatkan sertifikat. Entah kualitas yang mereka miliki itu layak atau tidak untuk diberi sertifikat. Ataukah dengan sertifikat itu akan membuat siswanya semakin cerdas dan maju ? Dengan tambahan jutaan rupiah itu mereka bisa beli mobil bagus, merencanakan piknik ke Bali atau bahkan keluar negeri. Dalam arti seperti itu, mereka sudah mendapatkan kesejahteraannya. Sudah mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Apakah mereka salah ? Tentunya tidak. Siapapun yang menjadi warga negara Indonesia harus sejahtera. Itu amanat konstitusi kita yang menjadi kewajiban negara. Tetapi masih layakkah mereka disebut "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" ? Silahkan bertanya kepada hati nurani masing-masing.
Sekarang kita refleksikan klasifikasi guru yang kedua yaitu Guru Pengabdi. Guru Pengabdi ini adalah mereka yang menjadi guru karena memang ingin mengabdi pada dunia pendidikan dan mencari arti diri dengan berbagi terhadap sesama. Mengabdi kepada kemanusiaan. Mereka tidak perlu sertifikasi atau ijasah akte IV yang terkadang dipaksakan. Keinginan mereka adalah mengabdi, mengajar anak-anak tanpa banyak menuntut. Mereka tidak berharap segera tanggal muda. Mereka juga rela mengajar jalan kaki, terkadang tanpa buku pelajaran, whiteboard atau in fokus. Bahkan terkadang tidak digedung sekolah tetapi di rumah-rumah biasa atau bahkan di pinggiran hutan. Dan ini terjadi di wilayah terpencil atau di daerah-daerah perbatasan.
Mereka tidak pernah menghitung hari dan berharap tanggal muda, mereka juga tidak pernah berpikir kapan mereka akan piknik atau membeli seragam baru. Bagi kami, guru-guru seperti merekalah yang sebenarnya layak menyandang gelar 'pahlawan tanpa tanda jasa' dan bagi kami guru-guru seperti merekalah yang seharusnya mendapatkan kesejahteraan terlebih dahulu. Opini singkat ini adalah refleksi sederhana dari profesi guru saat ini untuk menjadi perenungan kita bersama tentang makna Guru yang sebenarnya. Masih banyak masalah yang tersisa dari banyak kebijakan pemerintah yang tidak adil, masih banyak Guru Tidak Tetap (GTT) yang bergaji rendah dan belum jelas nasibnya.
Masih banyak pula masalah dari bangsa ini yang belum selesai sampai menyentuh akar permasalahannya. Tentang pendidikan mahal, tentang ongkos kesehatan yang mahal, tentang banyaknya pengangguran dan tentang kemiskinan yang belum juga bisa ditemukan pemecahannya oleh pemerintah. Bung Karno pernah berkata "jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan untuk negaramu" Terimakasih.
Demikian informasi terbaru yang dapat saya berikan...
semoga bermanfaat untuk kita semua..
"...pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa.."
Kutipan diatas adalah lyrik terakhir pada lagu 'pahlawan tanpa tanda jasa'. Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh R Sartono dan menjadi lagu Wajib Nasional. Dipersembahkan untuk para guru karena dipandang sebagai sosok pahlawan yang tak pernah dihargai perjuangannya.
Sosok guru adalah figur yang mengajar tanpa kenal lelah, berjalan kaki, naik turun gunung, kadang naik sepeda, tanpa minta dihargai dan tanpa berharap lebih. Semua dilakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Keinginan-nya hanya satu mencerdaskan setiap anak didik yang diajarnya. Mengabdi untuk masyarakat, bangsa dan negara tanpa pamrih. Sungguh cita-cita yang luhur dan mulia.
Sekarang marilah kita lihat realita pada guru-guru saat ini. Guru-guru di era millenium. Sebelum sampai pada sebuah realitas tentang guru yang sekarang sudah sejahtera, akan lebih baik kita kilas balik sebentar mencari alasan kenapa seseorang menjadi guru.
Pada era milenium sekarang, kebanyakan orang memilih untuk menjalani profesi guru itu didasarkan pada sebuah niat atau sebuah alasan yaitu pekerjaan. Ketika pekerjaan dijadikan alasan utama niat mereka, artinya akan ada target utama yang menjadi tujuan yaitu penghasilan. Klasifikasi guru yang seperti ini selanjutnya akan kami sebut sebagai Guru Pekerja. Guru yang setiap awal bulan berharap bayaran. Guru yang setiap hak-haknya terusik akan melakukan demo dengan meninggalkan anak didiknya keluyuran sendiri karena kelasnya kosong.
Apalagi guru yang sudah bersertifikasi. Guru yang memegang sertifikasi ini setiap bulan-nya mendapatkan tambahan jutaan rupiah hanya karena mereka sudah mendapatkan sertifikat. Entah kualitas yang mereka miliki itu layak atau tidak untuk diberi sertifikat. Ataukah dengan sertifikat itu akan membuat siswanya semakin cerdas dan maju ? Dengan tambahan jutaan rupiah itu mereka bisa beli mobil bagus, merencanakan piknik ke Bali atau bahkan keluar negeri. Dalam arti seperti itu, mereka sudah mendapatkan kesejahteraannya. Sudah mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Apakah mereka salah ? Tentunya tidak. Siapapun yang menjadi warga negara Indonesia harus sejahtera. Itu amanat konstitusi kita yang menjadi kewajiban negara. Tetapi masih layakkah mereka disebut "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" ? Silahkan bertanya kepada hati nurani masing-masing.
Sekarang kita refleksikan klasifikasi guru yang kedua yaitu Guru Pengabdi. Guru Pengabdi ini adalah mereka yang menjadi guru karena memang ingin mengabdi pada dunia pendidikan dan mencari arti diri dengan berbagi terhadap sesama. Mengabdi kepada kemanusiaan. Mereka tidak perlu sertifikasi atau ijasah akte IV yang terkadang dipaksakan. Keinginan mereka adalah mengabdi, mengajar anak-anak tanpa banyak menuntut. Mereka tidak berharap segera tanggal muda. Mereka juga rela mengajar jalan kaki, terkadang tanpa buku pelajaran, whiteboard atau in fokus. Bahkan terkadang tidak digedung sekolah tetapi di rumah-rumah biasa atau bahkan di pinggiran hutan. Dan ini terjadi di wilayah terpencil atau di daerah-daerah perbatasan.
Mereka tidak pernah menghitung hari dan berharap tanggal muda, mereka juga tidak pernah berpikir kapan mereka akan piknik atau membeli seragam baru. Bagi kami, guru-guru seperti merekalah yang sebenarnya layak menyandang gelar 'pahlawan tanpa tanda jasa' dan bagi kami guru-guru seperti merekalah yang seharusnya mendapatkan kesejahteraan terlebih dahulu. Opini singkat ini adalah refleksi sederhana dari profesi guru saat ini untuk menjadi perenungan kita bersama tentang makna Guru yang sebenarnya. Masih banyak masalah yang tersisa dari banyak kebijakan pemerintah yang tidak adil, masih banyak Guru Tidak Tetap (GTT) yang bergaji rendah dan belum jelas nasibnya.
Masih banyak pula masalah dari bangsa ini yang belum selesai sampai menyentuh akar permasalahannya. Tentang pendidikan mahal, tentang ongkos kesehatan yang mahal, tentang banyaknya pengangguran dan tentang kemiskinan yang belum juga bisa ditemukan pemecahannya oleh pemerintah. Bung Karno pernah berkata "jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan untuk negaramu" Terimakasih.
Demikian informasi terbaru yang dapat saya berikan...
semoga bermanfaat untuk kita semua..
Comments